“Ngapain lu nonton Metallica, emang lu
ngerti musiknya?”
Pertanyaan
bernada sinis ini berasal dari salah satu kolega beberapa hari yang lalu. Tentu
saja pertanyaan ini ditujukan kepada saya. Pertanyaan sampah!
Pikir saya saat itu. Tapi buru-buru saya buang umpatan-umpatan yang
hampir saja meluncur dibalik lidah. Atas
nama etika berkomunikasi saya tetap mencoba menjawab pertanyaan ini sesopan
mungkin. Maklum, kolega yang satu ini usianya jauh lebih tua diatas saya.
“Oh, gua udah dengerin musiknya Metallica
dari SMP Mas. Waktu jaman kaset masih pake pita” jawab saya setengah
bercanda. Rupanya jawaban ini membuatnya
terdiam sejenak. Lalu, entah paham atau tidak dia hanya bergumam “Wah, udah lama juga ya. Saya sih lebih suka musik pop, jadi gak suka
sama yang metal-metal gitu” D**n you! (keluar juga deh curahan
hati…hehe)
Tapi saya harus mengakui bahwa akhirnya pertanyaan
ini membuat saya untuk kembali mengingat pada satu era lebih dari satu dekade
lalu. Satu era dimana banyak muncul karya
musik yang “pantas buat didengar”. Dan perkenalan saya dengan Metallica terjadi
saat itu.
Usia
saya masih 13 tahun. Dan tidak perlu waktu lama buat mengenal musik dari punggawa
heavy metal ini. Saat itu masih banyak
radio yang rajin memutar lagu cadas dari Kirk
Hammet cs dan juga MTV yang masih rajin menayangkan video clip mereka. Ditambah lagi salah seorang kerabat yang
memang doyan banget sama musik-musik cadas. Jadilah setiap pagi kuping dipaksa
buat menikmati sajian musik “gedombrang-gedombreng”,
istilah yang dipakai Ibu saya buat mendefinisikan jenis musik ini. Efek “sarapan
pagi spesial” ini membuat saya cepat mengenal “ Sad but True” atau “The
Unforgiven”. Saya ingat, dulu girang banget kalo bisa melihat video clip Metallica nongol di MTV.
Maklumlah, jaman itu internet apalagi Youtube
belum dikenal seperti sekarang. Jadi praktis hanya lewat surat kabar atau majalah serta siaran radio dan
televisi akses informasi mengenai Metallica diperoleh. Berita mengenai
kerusuhan yang terjadi pada konser mereka pada tahun 1993 silam, saya dapat
dari Majalah Tempo. Kerusuhan yang membuat Pak Harto naik pitam kala itu. Porsi
pemberitaannya pun tidak banyak, kalah dengan berita soal Perang Teluk yang
memang menyita perhatian media massa diseluruh dunia.
Minimnya
media untuk mengakses informasi terkini tentang Metallica tak
menyurutkan minat untuk mengkoleksi álbum mereka. Satu persatu album pun terbeli dari uang hasil
bongkar celengan dan malak pas lebaran!. Kill `em All menjadi koleksi pertama yang nangkring di rak kaset.
Formatnya masih kaset pita. Menyusul kemudian ..And Justice for All, Black Album, Load, dan Reload. Pas masuk
SMA, gabung sama kawan-kawan yang ternyata punya irama yang sama, Rock!. Mulailah coba nongkrong di studio
musik dan memainkan satu-dua lagu milik Metallica macam Enter Sandman atau Fade to
Black. Sampai-sampai memilih membawakan lagu Nothing Else Matters didepan kelas saat ujian mata pelajaran
kesenian! Yeah! \m/
(Dok: www.tempo.com)
It has been
20 years man!
Kerusuhan yang terjadi pada konser Metallica di
Stadion Lebak Bulus 20 tahun silam memang tidak begitu saja dilupakan. Jadi enggak heran kalau isu keamanan
menjadi perhatian utama pihak penyelanggara yang menggelar konser Metallica
pada Minggu (25/8) malam kemarin. Bahkan Blackrock
Entertainment selaku promotor menerjunkan 3.000 pasukan pengamanan selama
konser berlangsung. Pengamanan yang ketat memang terasa mulai dari pintu masuk.
Nampaknya penyelenggara enggak mau kecolongan lagi kali ini.
Saya sih
enggak mau ambil pusing soal ketatnya pengamanan. Saya cuma mau
bersenang-senang bareng 55.000 metalheads
yang kemarin sore datang ke Gelora Bung Karno. Sebagian besar dari mereka
tongkrongannya memang jauh dari kesan “manis”. Tapi ditengah cuaca Jakarta yang
memang lagi panas-panasnya, dan diantara barisan antrian tiket yang entah
dimana ujungnya saya masih bisa merasakan semangat sportifitas para metalheads buat berperilaku tertib. Tampang sih boleh gahar, tapi tetap sadar
bahwa perilaku tertib itu indah.
So, lupakan bengisnya kerusuhan 20 tahun silam. Kesiapan
yang matang dari penyelenggara dan sikap penonton yang asyik menjadikan hajatan
metal kemarin menjadi momen yang meninggalkan kesan tersendiri. Tidak hanya
buat para metalheads, tapi juga buat
Metallica. “I can`t believe it. It has
been twenty years man!” seru James Hetfield, sang frontman yang masih
tampak gahar di usianya yang menginjak kepala 5. Malam itu GBK memang milik
Metallica. Energi yang mereka semburkan dari 18 lagu yang mereka mainkan selama
90 menit berhasil membuat tangan-tangan mengepal dan terangkat keatas,
berteriak, dan kompak koor bersama.
Hajatan dibuka dengan hantaman Hit the
Lights, Master of the Puppets, dan
Fuel. Penonton yang semula duduk manis langsung ambil posisi tempur, head banging serempak! Dengan reputasi sebagai band metal kelas dunia,
Metallica sudah paham benar bagaimana mengendalikan emosi massa. Saat energi
massa yang sudah lumayan terkuras, mereka mampu mengembalikan semangat lewat Enter Sandman. Gemuruh massa sontak
kembali beringas. Sepanjang lagu kompak massa koor bersama. Dan menurut
saya, inilah klimaks hajatan metal malam ini.
Diakhir panggung, Lars Ulrich sempat berseru “We will back again Jakarta” serunya yang
disambut dengan tepuk tangan para metalheads.
Seruan yang menurut saya memberi harapan, bahwa tidak perlu menunggu 20 tahun
untuk mereka kembali menggelar panggung di Indonesia.
No hay comentarios:
Publicar un comentario