viernes, 28 de junio de 2013

Memperkuat Nilai Kebangsaan Melalui Kepemimpinan yang Berkapasitas dan Berkarakter

Memasuki hari ke tiga program kepemimpinan LPDP 2013 Batch 2 (28/6), tema materi semakin beragam dan "berat". Sesi pertama pagi, peserta diajak untuk memperdalam nilai-nilai kebangsaan Indonesia yang dipaparkan oleh Mayjen TNI Purnawirawan Imam Marsudi dari Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas).   Pemaparan dibuka dengan penjelasan bahwa Indonesia merupakan bangsa majemuk, beragam, yang disatukan dengan konsensus. Ada empat konsensus dalam kehidupan bernegara, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhineka Tunggal Ika. 

Menurut Imam, pemantapan nilai-nilai kebangsaan itu penting karena akan menguatkan kesadaran kebangsaan untuk membangun tanah Indonesia dan menumbuhkan kecintaan dan mengutamakan kepentingan bangsa sendiri. 

Diskusi sempat rehat sejenak untuk memberikan kesempatan kepada peserta menikmati coffee break. Tak lama, diskusi dilanjutkan dengan sesi kedua. Kali ini narasumber yang diundang adalah salah seorang sosiolog dari Universitas Indonesia, Imam B Prasodjo. Tokoh yang kerap tampil di layar kaca ini, memberikan materi mengenai kepemimpinan. Menurut Imam, dua hal yag paling penting dimiliki oleh seorang pemimpin adalah kapasitas dan karakter. Kapasitas penting dimiliki karena merupakan kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan, sedangkan karakter akan menentukan sebuah tindakan. Pemimpin sendiri berarti seseorang yang memiliki kemampuan yang menggerakkan orang lain untuk ikut serta dalam kegiatan yang terencana dengan visi untuk melakukan perubahan nyata kearah kehidupan bersama yang lebih baik dengan memberikan motivasi tanpa kekerasan.

Seorang pemimpin bangsa itu harus memiliki visi kebangsaan. Karena itu untuk menumbuhkan visi kebangsaan pemimpin membutuhkan paling tidak beberapa prasyarat, yaitu civic nationalism, multikulturalisme, inter-group understanding, serta mediation & conflict resolution. Selain itu karakter yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin paling tidak adalah adil, jujur dan bertanggung jawab. 

jueves, 27 de junio de 2013

Memberantas Korupsi, Integritas dan Kepemimpinan


Pada hari kedua program kepemimpinan calon penerima beasiswa LPDP batch 2 materi yang diberikan cukup istimewa. Mengenai pemberantasan korupsi di Indonesia. Materi yang sangat relevan dengan kondisi kekinian bangsa, apalagi bila dihubungkan dengan krisis kepemimpinan nasional saat ini. Tak tanggung-tanggung, narasumber yang dihadirkan adalah Erry Riyana Hardjapamekas, mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi RI. Peserta tampak antusias mengikuti sesi pelatihan kali ini.

Pada pemaparannya, Erry banyak mengupas mengenai nilai, moral dan etika yang merupakan dasar dalam rangka menegakkan integritas. Menurutnya nilai dan etika merupakan motor utama dalam menggerakkan sebuah orgnasisasi dalam mencapai tujuannya. Akan tetapi penerapan nilai, moral dan etika tidak mampu hanya dilakukan oleh seseorang atau organisasi secara sendiri. Penerapannya membutuhkan partner yang memiliki nilai, moral dan etika yang sama dengan sesorang atau organisasi tersebut. 

Namun pada kenyataanya penerapan nilai, moral dan etika tidaklah semudah seperti membalik telapak tangan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa masih banyak terjadi penyelewengan yang dilakukan oleh aparat pemerintah maupun sektor swasta serta oleh masyarakat sendiri. Menurutnya penyelewengan terjadi dikarenakan adanya 3 hal, yaitu peluang (opportunity), rasionalisasi perilaku/ pembenaran, dan insentif/ pressure. Dalam konteks penyelewengan yang mengarah kepada tindakan korupsi penyebabnya adalah lemahnya penegakan hukum (law enforcement) dan tidak adanya political will dari para pemimpin. 

Erry Riyana Hardjapamekas (kanan) memberikan materi pemberantasan korupsi pada program kepemimpinan LPDP
batch 2, Kamis (27/6) (Dok. Ajat)


Oleh karena itu pemberantasan korupsi di Indonesia membutuhkan peran kepemimpinan yang kuat dan tegas. Kepemimpinan yang demikian ini dapat terwujud jika terdapat resiko, tanggungjawab, dan keandalan dari pimpinan itu sendiri. Erry memberikan contoh mengenai reformasi birokrasi yang dilakukan diberbagai lembaga negara sebagai salah satu inisiatif kebijakan dalam rangka memberantas korupsi. Erry menambahkan bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa sehingga diperlukan tindakan yang sangat tegas dan merupakan tanggungjawab semua elemen bangsa.

Sesi mengenai pemberantasan korupsi tidak hanya di isi dengan pemaparan dan diskusi "berat" namun menjadi semakin menarik dengan diskusi mengenai film " Selamat Siang, Rissa" garapan Sha Ine Febriyanti yang merupakan salah satu film yang masuk dalam kampanye anti korupsi "Kita vs Korupsi". Ine yang merupakan sutradara film yang berdurasi 17 menit ini, mengaku bahwa ide ceritanya terinspirasi dari kisah keluarganya sendiri. "Ibu saya sering mendongeng tentang kisah kejujuran Ayah waktu saya kecil dulu. Kisah dalam film ini terinspirasi dari dongeng itu. Ini bukan rekaan, ini benar-benar terjadi" ungkap Ibu dari 3 orang putra ini. Para peserta tampak antusias menonton film ini hingga tuntas. Bahkan pujian dan sanjungan tak henti-hentinya diberikan penonton kepada film ini.


Sha Ine Febriyanti sutradara film " Selamat Siang Rissa" memberikan pemaparan dalam sesi pemutaran film tersebut di program kepemimpinan LPDP 2013 batch 2 (Dok. Ajat)

Agenda acara hari kedua dilanjutkan dengan menonton film "Batas" di studio Blitzmegaplex, Pacific Place, kawasan SCBD Jakarta Selatan. Film garapan Rudy Soedjarwo ini dibintangi oleh Marcella Zalianty yang sekaligus didaulat sebagai produser film ini. Bercerita tentang kehidupan masyarakat suku Dayak di pedalaman pulau Kalimantan, yang terjebak kemiskinan dan kebodohan. Karena alasan itu, Jaleswari (Marcella Zalianty) ditugaskan oleh perusahan tempatnya bekerja untuk meneliti kegagalan program Corporate Social Responsibility (CSR), yaitu mengapa para guru yang dikirim untuk mengajar didaerah tersebut memutuskan berhenti dan pulang kembali. Dalam tugasnya Jaleswari dibantu seorang guru desa (Adeus) untuk mengajar anak-anak desa. Dalam perjalanannya, pengabdian untuk mengajar murid-murid desa ternyata banyak ditentang oleh para penduduk kampung itu sendiri. Salah satu yang paling menentang  adalah Otig, seorang kepala gerombolan perdagangan manusia yang bersekongkol untuk mengusir Jaleswari dari kampung tersebut karena akan mengancam bisnis haramnya. Konflik mencapai puncak saat penduduk terprovokasi untuk mengusir Jaleswari, namun dicegah oleh Panglima, sang kepala suku di desa. Cerita berlanjut dengan ditangkapnya para gerombolan perdagangan manusia oleh Arif, kepala Polisi setempat yang menaruh hati pada Jaleswari.

Selepas pemutaran film, Marcella Zalianty dan Piet Palau berkenan hadir untuk berdiskusi dengan para peserta program kepemimpinan LPDP batch 2. Diskusi berlangsung seru, karena peserta mengaku sangat terinspirasi dengan film yang sarat dengan pesan moral ini. Beragam apresiasi diberikan, bahkan kritik dan masukan terkait dengan proses produksi film pun banyak diberikan. Sesi diskusi diakhiri dengan foto bersama dengan para narasumber dan seluruh peserta program kepemimpinan (TVN)

Lembaga Pengelola Dana Pendidikan: Menyiapkan Regenerasi Kepemimpinan Nasional


"Un gran lider es el que puede ayudar a otros a descubrir su potencial por sí mismos"
(Seorang pemimpin besar adalah mereka yang dapat membantu orang lain untuk menemukan potensinya sendiri)
(Pepatah Spanyol)

Menurut hasil penelitian dari Mc Kinsey Global Research, Indonesia diramalkan akan menjadi negara dengan kekuatan ekonomi ke- 7 terbesar pada tahun 2030 mendatang. Penelitian ini tentu merupakan kabar menggembirakan sekaligus tantangan besar bagi negara dengan populasi penduduk lebih dari 200 juta jiwa ini. Bayangkan, untuk menuju kesana paling tidak Indonesia harus memiliki 113 juta skilled workers. Selain itu pertumbuhan kelas menengah juga perlu ditingkatkan sebagai motor pertumbuhan ekonomi.
                Dalam menjawab tantangan tersebut, menyiapkan sumber daya manusia dengan kompetensi yang mumpuni harus segera dilakukan. Ini tentu bukan pekerjaan yang mudah. Namun semua itu bukan sesuatu yang mustahil untuk dicapai.
                Kehadiran Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang berperan sebagai Badan Layanan Umum (BLU) dalam mengelola dan menyalurkan dana sisa anggaran pendidikan sebesar 20% untuk kepentingan pengembangan kualitas SDM, merupakan angin segar bagi masa depan regenerasi kepemimpinan nasional. Tak bisa dipungkiri, melalui pendidikan yang berkualitas bibit kepemimpinan yang mumpuni dan berkarakter kebangsaan dapat tumbuh subur.
                Hal ini ditegaskan oleh Eko Prasetyo, Direktur LPDP dalam sambutannya saat membuka program kepemimpinan calon penerima beasiswa LPDP 2013 batch 2 di Gedung Kementerian Pendidikan Nasional Jakarta, pada Rabu (26/6) . Menurutnya LPDP merupakan incubator dalam melahirkan pemimpin masa depan Indonesia yang akan berkiprah baik di sector public, swasta maupun social kemasyarakatan. Program kepemimpinan ini sendiri memiliki tujuan untuk membekali para calon penerima beasiswa LPDP yang akan menempuh studi Magister dan Doktor di dalam dan luar negeri dengan berbagai soft skill terutama yang berkaitan dengan pengembangan karakter kebangsaan, nasionalisme, integritas dan semangat pengembangan kualitas diri. Pada acara pembukaan ini dihadiri oleh jajaran direksi LPDP dan Sekjen Kemendikbud, Prof. Ainun Na`im serta 139 peserta program kepemimpinan ini.

Jajaran Direksi LPDP sedang membuka Program Kepemimpinan LPDP 2013 Batch 2, Rabu (26/6) (Dok. Ajat)

                Pada sesi kedua, panelis banyak mengupas seputar visi dan misi LPDP serta peran dan fungsi lembaga ini. Pada sesi tanya jawab, panelis banyak menerima pertanyaan dari para peserta, bahkan banyak juga yang member masukan dan saran terutama yang berkaitan dengan proses pelaksanaan seleksi dan pemberian beasiswa.
                 Pada sesi selanjutnya, peserta diajak untuk belajar mengenai kewirausahaan social (social entrepreneur) bersama dengan nara sumber yang kompeten yaitu Goris  Mustaqim (30). Menurut ketua komunitas “Asgar Muda” ini, melalui kewirausahaan social, seorang pemimpin mampu mengkombinasikan antara kebutuhan akan profit dan pemberdayaan masyarakat. Dengan demikian seorang pemimpin tidak saja memiliki sense of business namun juga memiliki kepekaan sosial atas permasalahan yang berada di lingkungan sekitarnya. Dimasa depan peran para pemimpin dalam kewirausahaan sosial sangat dibutuhkan. Selain ikut mendorong perekonomian nasional, mereka juga mampu memberikan sumbangsih kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat (TVN)