jueves, 27 de junio de 2013

Memberantas Korupsi, Integritas dan Kepemimpinan


Pada hari kedua program kepemimpinan calon penerima beasiswa LPDP batch 2 materi yang diberikan cukup istimewa. Mengenai pemberantasan korupsi di Indonesia. Materi yang sangat relevan dengan kondisi kekinian bangsa, apalagi bila dihubungkan dengan krisis kepemimpinan nasional saat ini. Tak tanggung-tanggung, narasumber yang dihadirkan adalah Erry Riyana Hardjapamekas, mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi RI. Peserta tampak antusias mengikuti sesi pelatihan kali ini.

Pada pemaparannya, Erry banyak mengupas mengenai nilai, moral dan etika yang merupakan dasar dalam rangka menegakkan integritas. Menurutnya nilai dan etika merupakan motor utama dalam menggerakkan sebuah orgnasisasi dalam mencapai tujuannya. Akan tetapi penerapan nilai, moral dan etika tidak mampu hanya dilakukan oleh seseorang atau organisasi secara sendiri. Penerapannya membutuhkan partner yang memiliki nilai, moral dan etika yang sama dengan sesorang atau organisasi tersebut. 

Namun pada kenyataanya penerapan nilai, moral dan etika tidaklah semudah seperti membalik telapak tangan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa masih banyak terjadi penyelewengan yang dilakukan oleh aparat pemerintah maupun sektor swasta serta oleh masyarakat sendiri. Menurutnya penyelewengan terjadi dikarenakan adanya 3 hal, yaitu peluang (opportunity), rasionalisasi perilaku/ pembenaran, dan insentif/ pressure. Dalam konteks penyelewengan yang mengarah kepada tindakan korupsi penyebabnya adalah lemahnya penegakan hukum (law enforcement) dan tidak adanya political will dari para pemimpin. 

Erry Riyana Hardjapamekas (kanan) memberikan materi pemberantasan korupsi pada program kepemimpinan LPDP
batch 2, Kamis (27/6) (Dok. Ajat)


Oleh karena itu pemberantasan korupsi di Indonesia membutuhkan peran kepemimpinan yang kuat dan tegas. Kepemimpinan yang demikian ini dapat terwujud jika terdapat resiko, tanggungjawab, dan keandalan dari pimpinan itu sendiri. Erry memberikan contoh mengenai reformasi birokrasi yang dilakukan diberbagai lembaga negara sebagai salah satu inisiatif kebijakan dalam rangka memberantas korupsi. Erry menambahkan bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa sehingga diperlukan tindakan yang sangat tegas dan merupakan tanggungjawab semua elemen bangsa.

Sesi mengenai pemberantasan korupsi tidak hanya di isi dengan pemaparan dan diskusi "berat" namun menjadi semakin menarik dengan diskusi mengenai film " Selamat Siang, Rissa" garapan Sha Ine Febriyanti yang merupakan salah satu film yang masuk dalam kampanye anti korupsi "Kita vs Korupsi". Ine yang merupakan sutradara film yang berdurasi 17 menit ini, mengaku bahwa ide ceritanya terinspirasi dari kisah keluarganya sendiri. "Ibu saya sering mendongeng tentang kisah kejujuran Ayah waktu saya kecil dulu. Kisah dalam film ini terinspirasi dari dongeng itu. Ini bukan rekaan, ini benar-benar terjadi" ungkap Ibu dari 3 orang putra ini. Para peserta tampak antusias menonton film ini hingga tuntas. Bahkan pujian dan sanjungan tak henti-hentinya diberikan penonton kepada film ini.


Sha Ine Febriyanti sutradara film " Selamat Siang Rissa" memberikan pemaparan dalam sesi pemutaran film tersebut di program kepemimpinan LPDP 2013 batch 2 (Dok. Ajat)

Agenda acara hari kedua dilanjutkan dengan menonton film "Batas" di studio Blitzmegaplex, Pacific Place, kawasan SCBD Jakarta Selatan. Film garapan Rudy Soedjarwo ini dibintangi oleh Marcella Zalianty yang sekaligus didaulat sebagai produser film ini. Bercerita tentang kehidupan masyarakat suku Dayak di pedalaman pulau Kalimantan, yang terjebak kemiskinan dan kebodohan. Karena alasan itu, Jaleswari (Marcella Zalianty) ditugaskan oleh perusahan tempatnya bekerja untuk meneliti kegagalan program Corporate Social Responsibility (CSR), yaitu mengapa para guru yang dikirim untuk mengajar didaerah tersebut memutuskan berhenti dan pulang kembali. Dalam tugasnya Jaleswari dibantu seorang guru desa (Adeus) untuk mengajar anak-anak desa. Dalam perjalanannya, pengabdian untuk mengajar murid-murid desa ternyata banyak ditentang oleh para penduduk kampung itu sendiri. Salah satu yang paling menentang  adalah Otig, seorang kepala gerombolan perdagangan manusia yang bersekongkol untuk mengusir Jaleswari dari kampung tersebut karena akan mengancam bisnis haramnya. Konflik mencapai puncak saat penduduk terprovokasi untuk mengusir Jaleswari, namun dicegah oleh Panglima, sang kepala suku di desa. Cerita berlanjut dengan ditangkapnya para gerombolan perdagangan manusia oleh Arif, kepala Polisi setempat yang menaruh hati pada Jaleswari.

Selepas pemutaran film, Marcella Zalianty dan Piet Palau berkenan hadir untuk berdiskusi dengan para peserta program kepemimpinan LPDP batch 2. Diskusi berlangsung seru, karena peserta mengaku sangat terinspirasi dengan film yang sarat dengan pesan moral ini. Beragam apresiasi diberikan, bahkan kritik dan masukan terkait dengan proses produksi film pun banyak diberikan. Sesi diskusi diakhiri dengan foto bersama dengan para narasumber dan seluruh peserta program kepemimpinan (TVN)

No hay comentarios:

Publicar un comentario