lunes, 26 de agosto de 2013

…And Metallica for All

“Ngapain lu nonton Metallica, emang lu ngerti musiknya?”

Pertanyaan bernada sinis ini berasal dari salah satu kolega beberapa hari yang lalu. Tentu saja pertanyaan ini ditujukan kepada saya. Pertanyaan sampah!  Pikir saya saat itu. Tapi buru-buru saya buang umpatan-umpatan yang hampir saja meluncur  dibalik lidah. Atas nama etika berkomunikasi saya tetap mencoba menjawab pertanyaan ini sesopan mungkin. Maklum, kolega yang satu ini usianya jauh lebih tua diatas saya.

Oh, gua udah dengerin musiknya Metallica dari SMP Mas. Waktu jaman kaset masih pake pita” jawab saya setengah bercanda.  Rupanya jawaban ini membuatnya terdiam sejenak. Lalu, entah paham atau tidak dia hanya bergumam “Wah, udah lama juga ya. Saya sih lebih suka musik pop, jadi gak suka sama yang metal-metal gitu”  D**n you! (keluar juga deh curahan hati…hehe)

Tapi saya harus mengakui bahwa akhirnya pertanyaan ini membuat saya untuk kembali mengingat pada satu era lebih dari satu dekade lalu. Satu era dimana banyak muncul karya musik yang “pantas buat didengar”. Dan perkenalan saya dengan Metallica terjadi saat itu. 

Usia saya masih 13 tahun. Dan tidak perlu waktu lama buat mengenal musik dari punggawa heavy metal ini. Saat itu masih banyak radio yang rajin memutar lagu cadas dari Kirk Hammet cs dan juga MTV yang masih rajin menayangkan video clip mereka. Ditambah lagi salah seorang kerabat yang memang doyan banget sama musik-musik cadas. Jadilah setiap pagi kuping dipaksa buat menikmati sajian musik “gedombrang-gedombreng”, istilah yang dipakai Ibu saya buat mendefinisikan jenis musik ini. Efek “sarapan pagi spesial” ini membuat saya cepat mengenal “ Sad but True” atau “The Unforgiven”. Saya ingat, dulu girang banget kalo bisa melihat video clip Metallica nongol di MTV. Maklumlah, jaman itu internet apalagi Youtube belum dikenal seperti sekarang. Jadi praktis hanya lewat surat kabar atau majalah serta siaran radio dan televisi akses informasi mengenai Metallica diperoleh. Berita mengenai kerusuhan yang terjadi pada konser mereka pada tahun 1993 silam, saya dapat dari Majalah Tempo. Kerusuhan yang membuat Pak Harto naik pitam kala itu. Porsi pemberitaannya pun tidak banyak, kalah dengan berita soal Perang Teluk yang memang menyita perhatian media massa diseluruh dunia.

Minimnya media untuk mengakses informasi terkini tentang Metallica tak menyurutkan minat untuk mengkoleksi álbum mereka. Satu persatu album pun terbeli dari uang hasil bongkar celengan dan malak pas lebaran!. Kill `em All menjadi koleksi pertama yang nangkring di rak kaset. Formatnya masih kaset pita. Menyusul kemudian ..And Justice for All, Black Album, Load, dan Reload. Pas masuk SMA, gabung sama kawan-kawan yang ternyata punya irama yang sama, Rock!. Mulailah coba nongkrong di studio musik dan memainkan satu-dua lagu milik Metallica macam Enter Sandman atau Fade to Black. Sampai-sampai memilih membawakan lagu Nothing Else Matters didepan kelas saat ujian mata pelajaran kesenian! Yeah! \m/


(Dok: www.tempo.com)

It has been 20 years man!
Kerusuhan yang terjadi pada konser Metallica di Stadion Lebak Bulus 20 tahun silam memang tidak begitu saja dilupakan. Jadi enggak heran kalau isu keamanan menjadi perhatian utama pihak penyelanggara yang menggelar konser Metallica pada Minggu (25/8) malam kemarin. Bahkan  Blackrock Entertainment selaku promotor menerjunkan 3.000 pasukan pengamanan selama konser berlangsung. Pengamanan yang ketat memang terasa mulai dari pintu masuk. Nampaknya penyelenggara enggak mau kecolongan lagi kali ini.
Saya sih enggak mau ambil pusing soal ketatnya pengamanan. Saya cuma mau bersenang-senang bareng 55.000 metalheads yang kemarin sore datang ke Gelora Bung Karno. Sebagian besar dari mereka tongkrongannya memang jauh dari kesan “manis”. Tapi ditengah cuaca Jakarta yang memang lagi panas-panasnya, dan diantara barisan antrian tiket yang entah dimana ujungnya saya masih bisa merasakan semangat sportifitas para metalheads buat berperilaku tertib. Tampang sih boleh gahar, tapi tetap sadar bahwa perilaku tertib itu indah.

So, lupakan bengisnya kerusuhan 20 tahun silam. Kesiapan yang matang dari penyelenggara dan sikap penonton yang asyik menjadikan hajatan metal kemarin menjadi momen yang meninggalkan kesan tersendiri. Tidak hanya buat para metalheads, tapi juga buat Metallica. “I can`t believe it. It has been twenty years man!” seru James Hetfield, sang frontman yang masih tampak gahar di usianya yang menginjak kepala 5. Malam itu GBK memang milik Metallica. Energi yang mereka semburkan dari 18 lagu yang mereka mainkan selama 90 menit berhasil membuat tangan-tangan mengepal dan terangkat keatas, berteriak, dan kompak koor bersama. Hajatan dibuka dengan hantaman Hit the Lights, Master of the Puppets, dan Fuel. Penonton yang semula duduk manis langsung ambil posisi tempur, head banging serempak! Dengan reputasi sebagai band metal kelas dunia, Metallica sudah paham benar bagaimana mengendalikan emosi massa. Saat energi massa yang sudah lumayan terkuras, mereka mampu mengembalikan semangat lewat Enter Sandman. Gemuruh massa sontak kembali beringas. Sepanjang lagu kompak massa koor bersama.  Dan menurut saya, inilah klimaks hajatan metal malam ini.

Diakhir panggung, Lars Ulrich sempat berseru “We will back again Jakarta” serunya yang disambut dengan tepuk tangan para metalheads. Seruan yang menurut saya memberi harapan, bahwa tidak perlu menunggu 20 tahun untuk mereka kembali menggelar panggung di Indonesia.



No hay comentarios:

Publicar un comentario